Akhir-akhir ini banyak bermunculan isu-isu yang melibatkan agama,
mulai dari penodaan agam, aliran-aliran baru, penyiaran agama, pendirian rumah
ibadah, pendidikan, dan politik. Apabila masyarakat tidak jeli dalam mendalami
informasi, maka itu akan menjadi sebuah masalah yang lebih besar, apalagi
sampai menyebarkan informasi yang diragukan
keasliannya, karena sekarang ada beberapa media yang mampu mengolah kata-kata
menjadi sebuah opini publik. Maksud dari kita harus jeli dalam mendalami
informasi yaitu kita harus menyelidiki akar permasalahan berita tersebut,
setidaknya anda harus teliti dulu darimana sumber berita tersebut, anda tidak
boleh langsung mempercayainya dan tidak mempercayainya.
Enam agama yang diakui indonesia yaitu Islam, Kristen (Protestan),
Katolik, Hindu, Budha, dan Khong hu cu (Confusius). Dari enam agama tersebut
yang paling banyak pemeluknya di Indonesia yaitu agama Islam, berdasarkan hasil
sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk indonesia adalah pemeluk
islam. Lalu apakah dengan begitu banyaknya pemeluk agama islam, masyarakat di
Indonesia menjadi damai ?. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta
yang ada saat ini, yang katanya Islam itu adalah agama yang ramah dan damai
perekat bangsa. Kita lihat kasus besar ahir-ahir ini tentang penodaan agama
yang melibatkan walikota DKI jakarta dan Habib Riziq, ada lagi tentang aliran
baru Ratu Kerajaan Ubur-ubur, kemudian dalam politik yang membawa isu Sara yang
tentunya ini menjadi pemicu pemecah
belah umat islam. Dari deretan kasus tersebut, sebenarnya agama bukanlah
masalah tunggal, tetapi mereka hanya mengkambing hitamkan agama Islam agar umat
islam yang ramah dan cinta damai ini menjadi
pecah dan saling menyalahkan satu dengan lainnya.
Dalam fitrahnya, agama Islam adalah agama yang membawa perdamaian,
tetapi kadang citra islam dirusak oleh orang-orang yang membenci agama islam,
lebih parahnya perusak islam pada era ini adalah pemeluknya sendiri. Tentunya
dalam hal ini agama Islam harus mampu menunjukan dan membuktikan bahwa agama
islam adalah agama yang menciptakan keadilan, kemakmuran, ramah dan damai juga agama yang rahmatan lil alamin,
bukan agama yang membawa pada kerusakan dan perpecahan. Ajaran kedamaian dalam
islam sudah tertuang dalam QS
Al Anfal : 61
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ
فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: “Dan
jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS Al Anfal : 61)
Ayat diatas
menunjukan bahwa islam condong pada perdamaian bukan merusak sesama manusia
maupun dengan agama lain. Apabila manusia mencintai perdamaian maka itu
pertanda orang muslim yang bertakwa pada Allah SWT. Kebalikan dari orang islam
adalah orang kafir. Orang kafir adalah orang yang tidak suka perdamaian, tidak
suka keadilan, selalu menentang kebaikan. Semua orang kafir pasti binasa,
seperti kisah Nabi Nuh As yang terdapat pada surat Al-Firqan: 37
وَقَوْمَ نُوحٍ لَمَّا
كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً ۖ وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ
عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Dan
(telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami
tenggelamkan mereka dan kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi
manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih.”
Al-Firqan: 37
Ayat diatas
menjelaskan bahwa orang yang telah mendustakan rasul pasti binasa, dan allah
juga telah menyediakan azdab yang pedih bagi orang-otag yang zdalim. Pada zaman
Nabi Nuh As semua penduduk ditenggelamkan oleh banjir sampai ketinggian airnya
mencapai puncak gunung, tidak ada yang selamat
kecuali pengikutnya Nabi Nuh As yang senantiasa bertakwa kepada Allah
SWT. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah orang yang selalu menentang kebaikan,
seperti kisah kaum Samud, kisahnya kaum nabi Luth yang dihujani batu. Namun
pada intinya Islam adalah agama yang cinta perdamaian, jauh dari kerusakan dan
jauh dari pemecah belah umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar